Senin, 07 Januari 2008

Yogurt Untuk Kesehatan

Pada tahun 1908 seorang peneliti bernama E Metchnikoff membuat hipotesis yang spektakuler. Dikatakan bahwa ada hubungan erat antara umur panjang masyarakat pegunungan di Bulgaria dengan kebiasaan mereka mengonsumsi susu fermentasi. Kendati data empiris yang ada masih terbatas, hipotesis tersebut dianggap menarik untuk dikaji dan diungkap lebih lanjut. Metchnikoff sendiri akhirnya diberi penghargaan Nobel dan sejak saat itu produk susu fermentasi terus dikembangkan dan diteliti.

Yoghurt merupakan salah satu produk susu fermentasi dengan rasa asam dan manis. Di beberapa negara yoghurt dikenal dengan nama yang berbeda-beda, misalnya Jugurt (Turki), Zabady (Mesir, Sudan), Dahee (India), Cieddu (Italia), dan Filmjolk (Skandinavia). Negara dengan konsumsi yoghurt tinggi antara lain Belanda, Swiss, Perancis, Finlandia, Denmark, Jerman, Austria, dan Jepang. Di Indonesia, yoghurt mulai banyak dipasarkan di supermarket dalam bentuk minuman encer hingga kental yang dikemas di dalam botol plastik. Pada umumnya untuk menambah daya tarik dan kesehatan, ke dalam yoghurt ditambahkan flavor buah-buahan.

Yoghurt kini makin populer di kalangan masyarakat. Bukan saja karena cita rasanya yang spesifik, tetapi yoghurt dikenal memiliki peranan penting bagi kesehatan tubuh. Yoghurt cukup aman dikonsumsi bagi orang yang diare bila minum susu karena tidak mampu mencerna laktosa atau yang disebut penderita lactose intolerance. Yoghurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah kanker saluran pencernaan. Berbagai peranan tersebut terutama karena adanya bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi yoghurt.

Yoghurt mengandung bakteri hidup sebagai probiotik, yaitu mikroba dari makanan yang menguntungkan bagi mikroflora di dalam saluran pencernaan. Sejauh ini jenis probiotik yang paling umum adalah bakteri asam laktat dari golongan Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus themophilus, dan Lactobacillus casei. Di dalam yoghurt biasanya mengandung jutaan hingga milyaran sel bakteri-bakteri ini setiap mililiternya.

Keberadaan bakteri yang banyak di dalam yoghurt memang berkaitan dengan proses pembuatannya. Pada prinsipnya, pembuatan yoghurt adalah upaya menumbuhkembangkan bakteri pada susu. Mula-mula susu segar di pasteurisasi atau dipanaskan pada suhu 72-80 derajat Celsius selama beberapa menit, kemudian didinginkan hingga suhu 43 derajat Celsius. Selanjutnya, ditambahkan starter sebanyak 2-5 persen dan di inkubasi pada suhu yang sama selama 6-12 jam. Yang dimaksud starter adalah kultur salah satu atau campuran bakteri tersebut di atas yang ditumbuhkan ke dalam susu. Setelah inkubasi, jadilah yoghurt yang ditandai dengan susu menjadi kental dan beraroma asam.

''Lactose intolerance''

Lactose intolerance merupakan gejala malabsorbsi laktosa yang banyak dialami oleh penduduk, khususnya anak-anak, di beberapa negara Asia dan Afrika. Faktor utama penyebabnya adalah terbatasnya enzim laktase tubuh, sehingga tidak mampu mencerna dan menyerap laktosa dengan sempurna. Akibatnya, kalau mereka minum susu maka bisa mual, diare, atau gejala sakit perut yang lain.

Penelitian membuktikan bahwa susu dapat dikonsumsi oleh penderita Lactose intolerance jika ke dalamnya ditambahkan kultur starter. Peran yoghurt mengatasi Lactose intolerance, karena bakteri asam laktat di dalamnya dapat menguraikan laktosa susu menjadi monosakarida. Selama proses pembuatan yoghurt, sekitar 30 persen laktosa susu diurai menjadi glukosa dan galaktosa. Kedua monosakarida inilah yang mudah dicerna atau diserap oleh tubuh.

Selain berkurangnya jumlah laktosa di dalam yoghurt, tersedianya enzim laktase yang disintesis oleh bakteri yoghurt dalam jumlah besar akan dapat menguraikan laktosa yang masuk saluran pencernaan. Oleh karena itu, mengonsumsi yoghurt dapat membantu mengatasi masalah Lactose intolerance.

Menyehatkan pencernaan

Di dalam lambung dan usus halus manusia hidup bermilyar-milyar mikroflora yang sebagian besar adalah bakteri asam laktat. Bakteri dari yoghurt dapat hidup dan bersimbiose dengan mikroflora tersebut. Pertumbuhan bakteri-bakteri ini memberikan kondisi yang dapat mencegah pertumbuhan mikrobia lain khususnya mikrobia patogen.

Selain itu, bakteri asam laktat mampu membentuk asam-asam organik serta hidrogen peroksida dan bakteriosin. Pembentukan senyawa-senyawa ini, khususnya bakteriosin, dapat bersifat mikrosidal atau mematikan mikrobia lain.

Terhambatnya pertumbuhan dan matinya mikrobia patogen di dalam lambung dan usus halus berarti terhindarnya kemungkinan munculnya penyakit akibat infeksi atau intoksikasi mikrobia. Dengan kata lain, mengonsumsi yoghurt secara teratur, jelas dapat membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan. Dari suatu penelitian dilaporkan bahwa Lactobacillus casei subsp, yang digunakan dalam pembuatan yoghurt campuran susu skim dan susu kedelai terbukti dapat membunuh bakteri E. coli.

Degradasi kolesterol

Probiotik mempunyai kemampuan menurunkan kolesterol darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Lactobacillus sp, dapat menyerang kolesterol di dalam saluran pencernaan hewan percobaan. Penelitian lain pada beberapa orang yang mengonsumsi yoghurt secara teratur dalam jumlah dan waktu tertentu juga menunjukkan hasil yang serupa. Hasilnya jumlah kolesterol di dalam serum darah menurun.

Mekanisme penurunan kolesterol tersebut adalah bakteri asam laktat dapat mendegradasi kolesterol menjadi "coprostanol", yaitu sebuah sterol yang tidak dapat diserap oleh usus. Selanjutnya "coprostanol" dan sisa kolesterol dikeluarkan bersama-sama tinja hewan atau manusia. Dengan demikian jumlah kolesterol yang diserap tubuh menjadi rendah. Sebuah laporan menunjukkan bahwa penurunan kolesterol oleh strain bakteri Lactobacillus secara anaerobik dapat mencapai sekitar 27-38 persen.

Efek positif lain dari yoghurt ditunjukkan melalui kemampuannya mereduksi kanker saluran pencernaan. Diduga, adanya senyawa karsinogenik seperti nitrosamin yang masuk ke pencernaan dicegah penyerapannya oleh bakteri yang membentuk selaput protein dan vitamin. Akibatnya nitrosamin tersebut tidak dapat diserap dan dikeluarkan dari tubuh bersama tinja.

Beberapa penelitian tentang mekanisme pencegahan kanker oleh bakteri probiotik masih terus dilakukan oleh banyak peneliti. Misalnya aspek yang berkaitan dengan pengikatan mutagen, deaktivasi dan penghambatan karsinogen, respons kekebalan, dan pengaruh sekunder konsentrasi garam empedu. Demikian pula tentang efek yoghurt dan bakteri probiotik dalam menangkal alergi dan mengurangi gejala stres.

Dari segi gizi, yoghurt merupakan produk makanan yang kaya akan zat gizi. Komposisi zat gizinya mirip susu dan bahkan ada beberapa komponen seperti vitamin B kompleks, kalsium, dan protein justru
kandungannya relatif tinggi. Memang selama fermentasi yoghurt terjadi sintesis vitamin B kompleks khususnya thiamin (vitamin B1) dan riboflavin (vitamin B2), serta beberapa asam amino penyusun protein. Jelas bahwa beberapa zat gizi penting untuk memperbaiki kondisi tubuh dan mencegah timbulnya penyakit tertentu.

Bila konsumsi yoghurt mampu menurunkan kolesterol darah, maka kesehatan pembuluh darah dan jantung akan terjaga. Demikian pula dengan peranan yoghurt memberi kondisi mikroflora yang baik dalam saluran pencernaan berarti beberapa penyakit dapat dihindari atau dicegah. Oleh karena itu, baik secara langsung maupun tidak langsung konsumsi yoghurt secara teratur dan proporsional ikut berperan menunjang umur panjang seseorang. Kalau saja Metchnikoff masih sempat melihat perkembangan hasil penelitian yang ada hingga sekarang, tentu dia akan terus terseyum.


Anang Mohamad Legowo PhD, Dosen Program Studi Teknologi Hasil Ternak, FP Universitas Diponegoro

(dari www.anandamarga.or.id)